Sabtu, 19 November 2011

sanad,matan dan rowi


BAB I
PENDAHULUAN
Pada mulanya, ilmu hadis memang merupakan beberapa ilmu yang masing-masing berdiri sendiri, yang berbicara tentang hadis nabi SAW dan para perawinya, seperti ilmu al-hadits al-shahih, ilmu al-mursal , ilmu al-asma’wa al-kuna, dan lain-lain.
Pembahasan tentang sanad  meliputi :
(i) segi persambungan sanad (istishal-alsanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad hadis haruslah bersambung mulai dari sahabat sampai kepada periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan hadis tersebut, oleh karenanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui identitasnya atau tersamar;
(ii) segi keterpercayaan sanad (tsigat al-sanad), yaitu bahwa setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu hadis  harus di miliki sifat adil dan dhabith (kuat dan cermat hapalnya atau dokomentasi hadisnya) ;
(iii) segi keselamatannya dari kejanggalan (Syadz) ;
 (iv) keselamatannya dari cacat (illat) ;
(v) tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.
Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahihan atau ke-dha’ifannya. Hal tersebut  dapat terlihat melalui kesejalanannya dengan makna dan tujuan yang terkadang di dalam al-Qur’an, atau selamatnya ;
(i)                  dari kejangalan redaksi (rakgkat al-paz) ;
(ii)                dari cacat atau kejanggalan pada maknanya (fasad al-ma’na), karena bertentangan dengan akal dan pancaindra, atau dengan kandungan dan makna al-Qur’an atau fakta sejarah ; dan
(iii)                dari kata-kata asing (ghaib), yaitu kata-kata yang tidak bisa di pahami berdasarkan maknanya yang umum di kenal.
BAB II
SANAD DAN MATAN JADIS
A.     Pengertian Sanad
Sanad secara bahasa berarti al-mu’tamad ( المعتمد), yaitu “ yang diperpegangi (yang kuat/ yang bisa dijadikan pegangan”. Atau, dapat juga diartikan :     ماارتفع من الأرض  yaitu “ sesuatu  yang terangkat (tinggi) dari tanah “. Sedangkan secara terminologi , sanad berarti :
هو طريق المن . أي سلسلة الرواة الذين نقلوا المن من مصدره الأول.
“Sanad adalah jalannya matan, ayitu silsilah para perawi yang memindahkan (meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama”.
Jalan matan tersebut dinamakan dengan sanad adalah karena musnid berpegang kepadanya katika menyadarkan matan ke sumbernya. Demikian juga, para Huffazh menjadikannya sebagai pegangan (pedoman) dalam menilai sesuatu Hadis. Apakah shahih atau Dha’if
Sebagai contoh dari sanad adalah seperti yang terlihat dalam hadis berikut :
روى الإمام البخاري قال : حدثنا محمد بن المثنى قال : حدثنا عبد الوهاب الثقفي قال : حدثنا أيوب. عن أبي قلابة . عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما. وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله . وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار.
Imam Bukhari meriwayatkan, ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn al-Mutsanna, ia berkata, “telah menceritakan kepada kami ‘Abd al-Wahhab al-Tsaqafi, ia berkata, ‘telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abi Qilabag, dari Anas, dari Nabi SAW., beliau bersabda, ‘Ada tiga hal yang apabila seseorang memilikinya maka ia akan memperoleh manisnya iman, yaitu bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selain keduanya, bahwa ia mencintai seseorang hanya karena Allah SWT, dan bahwa ia benci kembali-kepada kekafiran sebagaimana ia benci masuk ke dalam api neraka’.”

Pada hadis di atas terlihat adanya silsilah para perawi yang membawa kita sampai kepada matan hadis, yitu Bukhari. Muhammad ibn al-Mutsanna, ‘Abd al-Wahhab al-Tsaqafi, Ayyub, Abi Qilabah, dan Anas r.a. Ranggakaian nama-nama itulah yang disebut dengan sanad dari Hadis tersebut, karena merekalah yang menjadi  jalan bagi kita untuk sampai ke matan Hadis dari sumbernya yang pertama.
Ada beberapa istilah yang erat hubungannya dengan sanad, yaitu isnad, musnad, dan musnid.
  1. Isnad
Isnad secara etimologi berarti menyadarkan sesuatu kepada yang lain. Sedangkan menurut istilah, isnad berarti :
رفع الحديث إلى قائله . أي بيان طريق المن برواية الحديث مسند .
“Mengangkat Hadis kepada yang mengatakannya (sumbernya), yaitu menjelaskan jalan matan dengan meriwayatkan Hadis secara musnad”.
Disamping itu, isnad dapat juga diartikan dengan : حكاية طريقة طريق المن , ‘menceritakan jalnnya matan’.
  1. Musnad
Musnad adalah bentuk isim maf’ul dari kata kerja asnada, yang berarti sesuatu yang disandarkan kepada yang lain.
Secara terminologi, musnad mengandung tiga pengertian, yaitu :
1) الحديث الذي اتصل سنده من راويه إلى منتهاه

‘Hadis  yang bersambung sanad-nya dari perawinya (dalam contoh sanad di atas adalah Bukhari) sampai kepada akhir sanadnya 9yang biasanya adalah Sahabat, dan dalam contoh diatas adalah Anas r.a’.
2) الكتا ب الذي جمع فيه ما أسنده الصحابة أي رووه

Kitab yang menghimpun Hadis-hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh shahabat, seperti Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar r.a dan lainnya. Contohnya, adalah kitab Musnad Imam Ahmad.
3)  أن يطلق ويرادبه الإسناد. فيكون مصدرا  

Sebagai mashdar (Mashdar mimi) mempunyai arti sama dengan sanad.
c.       Musnid
Kata musnid adalah isim fa’il dari asnada-yusnidu, yang berarti “orang yang menyadarkan sesuatu kepada yang lainnya”. Sedangkan pengertiannya dalam istilah Ilmu Hadis adalah :
هو من يروي الحديث بسنده سواء أكان عنده علم به أم ليس له إلا مجرد الرواية .
“Musnid adalah setiap perawi hadis yang meriwayatkan Hadis dengan menyebutkan sanadnya, apakah ia mempunyai pengetahuan tentang sanad tersebut, atau tidak mempunyai pengetahuan tentang sanad tersebut, tetapi hanya sekadar meriwayatkan saja”.
B.     Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Hadis dan Penentuan Kualitas Hadis
Adapun dua peranan penting yang dimiliki Sanad dalam kaitannya dengan Hadis, yaitu :
1.      Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Hadis
Kegaiatan pendokumentasian Hadis, terutama pengumpulan dan penyimpanan Hadis-hadis Nabi SAW, baik melalui hafalan maupun melalui tulisan yang dilakukan oleh para Sahabat, Tabi’in, Tabi’i al-Tabi’in, dan mereka yang datang sesudahnya, yang rangkaian mereka itu tersebut dengan sanad, sampai kepada generasi yang membukukan Hadis-hadis tersebut.
2.      Peranan Sanad dalam Penentuan Kualitas hadis
Status dan kualitas suatu  Hadis, apakah dapat diterima atau ditolak, tergantung kepada Sanad dan Matan Hadis tersebut. Apabila sanad suatu Hadis telah memenuhi syarat-syarat dan kriteria tertentu, demikian juga matan-nya, maka Hadis tersebut dapat diterima sebagai dalil untuk melakukan sesuatu atau menetapkan hukum atas sesuatu ; akan tetapi, apabila syarat-syaratnya tidak terpenuhi, maka Hadis tersebut ditolak dan tidak dapat dijadikan hujjah.
C.     Matan Hadis
Matan secara bahasa berarti :
ما صلب وارتفح من الأرض
“Sesuatu yang keras dan tinggi (terangkat) dari bumi (tanah) “.

Secara terminologi , matan berarti :
ما ينهي إليه السند من الكلام
“Sesuatu yang berakhir padanya (terletak sesudah) sanad, yaitu berupa perkataa”n.
Atau, dapat juga diartikan sebagai :
هوا ألفاظ الحديث التي تقوم بها معانيه
“ yaitu lafaz hadis yang memuat berbagai pengertian.
Dari Hadis berikut :
روى الإمام البخاري قال : حدثنا محمد بن المثنى قال : حدثنا عبد الوهاب الثقفي قال / حدثنا أيوب. عن أبي قلابة . عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما . وأن يحب المرء لابحبه إلا لله . وأن يكره أن يعودفي الكفر كما يكره أن يقذف في النار.
“Imam Bukhari meriwayatkan, ia berkata, “telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn al-Mtsanna, ia berkata, ‘telah menceritakan kepada kami’ Abd al-Wahhab al-Tsaqafi, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abi Qilabah, dari Anas, dari Nabi SAW, beliau bersabda, ‘Ada tiga hal yang apabila seseorang memilikinya maka ia akan memperoleh manisnya iman, yaitu bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selain keduanya, bahwa ia membenci masuk ke dalam api neraka”.

Makna , lafaz :
... ثلاث من كن فيه ... إلى ...أن يقذف في النار
“Adalah merupakan matan dari Hadis tersebut”.
D.    Sebab-sebab terjadinya Perbedaan Kandungan Matan
Yang dimaksud dengan “kandungan matan” disini adalah teks yang terdapat di dalam matan suatu Hadis mengenai suatu peristiwa, atau pernyataan, yang disandarkan kepada Rasu SAW. atau, tegasnya, kandungan matan adalah redaksi dari matan suatu  hadis.
Penyebab utama terjadinya perbedaan kandungan matan suatu hadis adalah :
1.      Periwayatan Hadis Secara Makna
Sering dijumpai di dalam kitab-kitab Hadis perbedaan redaksi dari matan suatu Hadis mengenai satu masalah yang sma. Hal ini tidak lain adalah karena terjadinya periwayatan Hadis yang dilakukan secara maknanya saja (riwayat bi al-ma’na), bukan berdasarkan oleh Rasulullah. Jadi, periwayatan Hadis yang dilakukan secara makna, adalah penyebab terjadinya perbedaan kandungan atau redaksi matan dari suatu hadis.
2.      Beberapa Ketentuan dalam Periwayatan Hadis Secara Makna
Para Ulama berbeda pendapat mengenai apakah selain Shahabat boleh meriwayatkan Hadis secara makna, atau tidak boleh. Abu Bakar ibn al-‘Arabi (w. 573 H/ 1148 M ) berpendapat bahwa selain shahabat nabi SAW tidak diperkenankan meriwayatkan Hadis secara makna. Alasan yang dikemukakan oleh Ibn al’Arabi adalah : Pertama, Shahabat memiliki pengetahuan bahasa Arab yang tinggi (al-fashahah wa al-balaghah), dan kedua, Shahabat menyaksikan langsung keadaan dan perbuatan Nabi SAW.
Akan tetapi, kebanyakan ulama hadis membolehkan periwayatan Hadis secara makna meskipun dilakukan oleh selain Sahabat, namun dengan beberapa ketentuan. Dia antara ketentuan-ketentuan yang disepakati para Ulama Hadis adalah :
a.       Yang boleh meriwayatkan Hadis secara makna hanyalah mereka yang benar-benar memiliki pengetahuan bahasa Arab yang mendalam.
b.      Periwayatan dengan makna dilakukan bila sangat terpaksa, misalnya karena lupa susunan secara harfiah.
c.       Yang di riwayatkan dengan makna bukanlah sabda Nabi dalam bentuk bacaan yang sifatnya ta’abbudi, seperti bacaan zikir, do’a, azan, takbir, dan shahabat, dan juga bukan sabda Nabi yang dalam bentuk jawami” al-kalim.
d.      Periwayat yang meriwayatkan Hadis secara makna, atau yang mengalami keraguan akan susunan matan Hadis  yang diriwayatkannya, agar menambahkan kata-kata أوكما قال   , atau  أونحو هذا  , atau yang semakna dengannya, setelah menyatakan matan Hadis yang bersangkutan.
e.       Kebolehan periwayatan Hadis secara makna hanya terbatas pada masa sebelum dibukukan (kodifikasi)-nya, maka periwayatan Hadis harus secara lafaz.

Dengan adanya ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka para perawi tidaklah bebas dalam meriwayatkan Hadis secara makna. Namun demikian, kebolehan melakukan periwayatan secara makna tersebut telah memberi peluang untuk terjadinya keragaman susunan redaksi matan Hadis, yang sekaligus akan membawa kepada terjadinya perbedaan kandungan matan, yang dalam hal ini yang dimaksudkan adalah redaksi Hadis itu sendiri.
3.      Meringkas dan Menyederhanakan Matan Hadis
Selain perbedaan susunan kata-kata dan perbedaan dalam memilih kata-kata untuk redaksi suatu hadis, permasalahan yang juga diperselisihkan oleh para Ulama dan berpengaruh terhadap redaksi matan suatu Hadis adalah mengenai tindakan meringkas atau menyedarhanakan redaksi dari suatu Hadis. Sebagian ulama ada yang mutlak tidak membolehkan tindakan tersebut. Hal ini  sejalan dengan pandangan mereka yang menolak periwayatan Hadis secara makna. Sebagian lagi ada yang membolehkan secara mutlak. Namun, kebanyakan Ulama Hadis dan merupakan pendapat yang terkuat adalah membolehkannya dengan persyaratan. Syarat-syarat tersebut, sebagaimana yang dirangkum oleh Syuhudi, adalah sebagai berikut :
1)       yang melakukan peringkasan itu bukanlah periwayat Hadis yang bersangkitan ;
2)       Apabila peringkasan dilakukan oleh periwayat Hadis, maka harus telah ada Hadis yang dikemukakannya secara sempurna ;
3)       Tidak terpenggal kalimat yang mengandung kata pengecualian (al-istisna), syarat, penghinggaan (al-ahaulah) , dan yang semacamnya.
4)       Peringkasan itu tidak merusak petunjuk dan penjelasan yang terkandung dalam Hadis yang bersangkutan.
5)       Yang melakukan peringkasan haruslah orang yang benar-benar telah mengetahui kandungan Hadis yang bersangkuta.







BAB III
PENUTUP

Dalam mempelajari Hadis Nabi SAW, seseorang harus mengetahui dua unsur penting yang menentukan keberadaan dan kualitas Hadis tersebut, yaitu al-sanad dan al-matan.  Kedua unsur Hadis tersebut begitu penting artinya dan antara yang satu dan yang lainnya saling berhubungan erat, sehingga apabila salah satunya tidak ada maka akan berpengaruh terhadap, dan bahkan dapat merusak, eksistensi dan kualitas dari suatu Hadis. Suatu berita yang tidak memiliki sanad, menurut ulama Hadis, tidak dapat disebut sebagai Hadis; dan kalaupun disebut juga dengan Hadis maka ia dinyatakan sebagai Hadis palsu (Mawdhu). Demikian juga halnya dengan matan, sebagai menentukan keberadaan sanad, karena tidak akan dapat suatu sanad atau rangkaian para perawi disebut sebagai Hadis apabila tidak ada matan atau materi Hadisnya, yang terdiri atas perkataan, perbuatan, atau ketetapan (taqrir)Rasul SAW.
Di dalam penilaian kualitas suatu Hadis, unsur sanad dan matan  adalah sangat menentukan. Oleh karenanya, yang menjadi objek kajian dalam penelitian Hadis adalah kedua unsur tersebut, yaitu sanad dan matan.







DAFTA PUSTAKA


Mudasir, Djalie Abd Maman, 1999. Ilmu Hadis, Bandung : Penerbit CV. Pustaka Setia.

Yuslem Nawir, Ilyas Muhammad, Supriyanto, 2001. Ulumul Hadis ,Jakarta, penerbit PT. Mutiara Sumber Widya,


Tidak ada komentar:

Posting Komentar