Minggu, 16 Oktober 2011

(Gerakan mahasiswa di Indonesia)


Sembunyikan

(Gerakan mahasiswa di Indonesia) 


gambaran umum tentang sejarah Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa.
Boedi Oetomo, merupakan wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya.
Pada konggres yang pertama di Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan : Kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
Dalam 5 tahun permulaan BU sebagai perkumpulan, tempat keinginan-keinginan bergerak maju dapat dikeluarkan, tempat kebaktian terhadap bangsa dinyatakan, mempunyai kedudukan monopoli dan oleh karena itu BU maju pesat, tercatat akhir tahun 1909 telah mempunyai 40 cabang dengan lk.10.000 anggota.
Disamping itu, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, salah satunya Mohammad Hatta yang saat itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam mendirikan Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan diskusi menjadi wadah yang berorientasi politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih mempertegas identitas nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi ini kembali berganti nama baru menjadi Perhimpunan Indonesia, tahun 1925.
Berdirinya Indische Vereeninging dan organisasi-organisasi lain,seperti: Indische Partij yang melontarkan propaganda kemerdekaan Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah yang beraliran nasionalis demokratis dengan dasar agama, Indische Sociaal Democratische Vereeninging (ISDV) yang berhaluan Marxisme, menambah jumlah haluan dan cita-cita terutama ke arah politik. Hal ini di satu sisi membantu perjuangan rakyat Indonesia, tetapi di sisi lain sangat melemahkan BU karena banyak orang kemudian memandang BU terlalu lembek oleh karena hanya menuju "kemajuan yang selaras" dan terlalu sempit keanggotaannya (hanya untuk daerah yang berkebudayaan Jawa) meninggalkan BU. Oleh karena cita-cita dan pemandangan umum berubah ke arah politik, BU juga akhirnya terpaksa terjun ke lapangan politik.
Kehadiran Boedi Oetomo,Indische Vereeninging, dll pada masa itu merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya, yang pertama dalam sejarah Indonesia : generasi 1908, dengan misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka berikan, untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.
Pada pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging (nantinya berubah menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang di hadapi, mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat berpengaruh, karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studie-club) direalisasikan oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925.
Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada tahun 1930-an.
Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya generasi baru pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.
Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).
Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan.
Praktis, akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.
Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.
Sejak kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, diantaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.
Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.
Diantara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI tampil sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI secara berani menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan lebih jauh berusaha mempengaruhi PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI dengan HMI dan, terutama dipicu karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan juga GMNI-khususnya setelah Konggres V tahun 1961.
Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni PMKRI, HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan.
Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI,Akbar Tanjung dari HMI dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. di masa ini ada salah satu tokoh yang sangat idealis,yang sampai sekarang menjadi panutan bagi mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah masanya,dia adalah seorang aktivis yang tidak peduli mau dimusuhi atau didekati yang penting pandangan idealisnya tercurahkan untuk bangsa ini,dia adealah soe hok gie
Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer.
Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:
Diawali dengan reaksi terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi. Lahirlah, selanjutnya apa yang disebut gerakan "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori Arif Budiman yang progaram utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.
Menyusul aksi-aksi lain dalam skala yang lebih luas, pada 1970 pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo. Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat.
Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan mengkooptasi kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain melalui bentuk perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang mengatur tentang pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD.
Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan.
Dalam tahun 1972, mahasiswa juga telah melancarkan berbagai protes terhadap pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang dinilai tidak mendesak dalam pembangunan,misalnya terhadap proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di saat Indonesia haus akan bantuan luar negeri.
Protes terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun 1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan isu "ganyang korupsi" sebagai salah satu tuntutan "Tritura Baru" disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga; sebuah versi terakhir Tritura yang muncul setelah versi koran Mahasiswa Indonesia di Bandung sebelumnya. Gerakan ini berbuntut dihapuskannya jabatan Asisten Pribadi Presiden.
Setelah peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus disamping kuliah sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa baru, dan wisuda sarjana. Meskipun disana-sini aksi protes kecil tetap ada.
Menjelang dan terutama saat-saat antara sebelum dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif. Berbagai masalah penyimpangan politik diangkat sebagai isu, misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan kampanye, sampai penusukan tanda gambar, pola rekruitmen anggota legislatif, pemilihan gubernur dan bupati di daerah-daerah, strategi dan hakekat pembangunan, sampai dengan tema-tema kecil lainnya yang bersifat lokal. Gerakan ini juga mengkritik strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional.
Awalnya, pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di berbagai perguruan tinggi. Namun demikian, upaya tim ini ditolak oleh mahasiswa. Pada periode ini terjadinya pendudukan militer atas kampus-kampus karena mahasiswa dianggap telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lain adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam melakukan aksi diwilayah kampus. Karena gerakan mahasiswa tidak terpancing keluar kampus untuk menghindari peristiwa tahun 1974, maka akhirnya mereka diserbu militer dengan cara yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan NKK/BKK di seluruh Indonesia.
Soeharto terpilih untuk ketiga kalinya dan tuntutan mahasiswa pun tidak membuahkan hasil. Meski demikian, perjuangan gerakan mahasiswa 1978 telah meletakkan sebuah dasar sejarah, yakni tumbuhnya keberanian mahasiswa untuk menyatakan sikap terbuka untuk menggugat bahkan menolak kepemimpinan nasional.
Setelah gerakan mahasiswa 1978, praktis tidak ada gerakan besar yang dilakukan mahasiswa selama beberapa tahun akibat diberlakukannya konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh pemerintah secara paksa.
Kebijakan NKK dilaksanakan berdasarkan SK No.0156/U/1978 sesaat setelah Dooed Yusuf dilantik tahun 1979. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Menyusul pemberlakuan konsep NKK, pemerintah dalam hal ini Pangkopkamtib Soedomo melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa, sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan teknis melalui Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.
Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan, pengarahan, dan pengembangan lembaga kemahasiswaan.
Dengan konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh. Ditambah dengan munculnya UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan maka politik praktis semakin tidak diminati oleh mahasiswa, karena sebagian Ormas bahkan menjadi alat pemerintah atau golongan politik tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis, sementara posisi rezim semakin kuat.
Sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus, di awal-awal tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi yang dianggap mungkin tidak tersentuh kekuasaan refresif penguasa. Dalam perkembangannya eksistensi kelompok ini mulai digeser oleh kehadiran wadah-wadah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur pula sebagai alternatif gerakan mahasiswa. Jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap represif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Mereka juga membentuk kelompok-kelompok diskusi dan pers mahasiswa.
Beberapa kasus lokal yang disuarakan LSM dan komite aksi mahasiswa antara lain: kasus tanah waduk Kedung Ombo, Kacapiring, korupsi di Bapindo, penghapusan perjudian melalui Porkas/TSSB/SDSB.
Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Dikalangan mahasiswa secara kelembagaan dan personal terjadi pro kontra, menamggapi SK tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui konsep ini memiliki sejumlah kelemahan namun dipercaya dapat menjadi basis konsolidasi kekuatan gerakan mahasiswa. Argumen mahasiswa yang menolak mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak lain hanya semacam hiden agenda untuk menarik mahasiswa ke kampus dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan kekuatan di luar kampus.
Dalam perkembangan kemudian, banyak timbul kekecewaan di berbagai perguruan tinggi karena kegagalan konsep ini. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri, bebas dari pengaruh korporatisasi negara termasuk birokrasi kampus. Sehingga, tidaklah mengherankan bila akhirnya berdiri Dewan Mahasiswa di UGM tahun 1994 yang kemudian diikuti oleh berbagai perguruan tinggi di tanah air sebagai landasan bagi pendirian model organisasi kemahasiswaan alternatif yang independen.
Dengan dihidupkannya model-model kelembagaan yang lebih independen, meski tidak persis serupa dengan Dewan Mahasiswa yang pernah berjaya sebelumnya upaya perjuangan mahasiswa untuk membangun kemandirian melalui SMPT, menjadi awal kebangkitan kembali mahasiswa ditahun 1990-an.
Gerakan yang menuntut kebebasan berpendapat dalam bentuk kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik di dalam kampus pada 1987 - 1990 sehingga akhirnya demonstrasi bisa dilakukan mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu demonstrasi di luar kampus termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch ke DPR/DPRD tetap terlarang.
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.
SEJARAH RINGKAS GERAKAN MAHASISWA 1959-1999
1959 - 1970-an
Percubaan menubuhkan Kelab Sosialis gagal
PMIUM mendesak untuk membina sebuah masjid (kini Masjid Ar-Rahman) dan membina surau di kolej kediaman.
Pada 27 Mei 1966, sudut pidato ditubuhkan, memberi peluang kepada mahasiswa untuk menyuarakan pandangan secara bebas menyentuh isu nasional dan internasional.
Tunjuk perasaan menuntut penggunaan bahasa kebangsaan dan membantah pengeboman Hanoi-Haipong oleh Amerika Syarikat.
Perarakan menentang sikap Filipina menuntut Sabah dan mengutuk dasar penaklukan Rusia ke atas Czehoslovakia
Menentang dasar Tunku Abd Rahman akibat tragedi 13 Mei 1969.
Mahasiswa membela nasib rakyat dengan menyertai pilihanraya 1969; mengadakan kempen dan mengeluarkan manifesto sendiri di samping mengadakan 13 rapat umum..
1971
Akta Universiti Dan Kolej Universiti digubal, gerakan mahasiswa agak perlahan
Perkumpulan di hadapan pejabat bendahari kerana kelewatan membayar biasiswa
3 Disember 1974 Demonstrasi paling besar melibatkan kesatuan mahasiswa seluruh negara mengenai isu kelaparan, kemiskinan, penyelewengan dan lain-lain.
1980-an
Era ini dikuasai oleh mahasiswa Islam, akibat penubuhan Akademi Pengajian Islam.
Barisan Bertindak Mahasiswa Negara ditubuhkan pada 1985 untuk menangani isu-isu berkenaan keamanan sejagat dan pembelaan terhadap Islam dan masyarakat.
PMIUM membantah konsert Headwind oleh Kolej Kelima dengan menghantar dua memorandum kepada pihak terbabit pada Oktober 1987
PMIUM membantah Pusat Kebudayaan mengadakan konsert Shiela Majid di DTC untuk menubuhkan orkestra UM, dengan menghantar memorandum, membuat kenyataan akhbar dan mengadakan demonstrasi dan solat hajat serta dialog bersama TNC, yang seterusnya membawa kepada penangkapan 2 pimpinan PMIUM di bawah ISA (Akta Keselamatan Dalam Negeri)
1990
GAMIS (Gabungan Mahasiswa Islam Semenanjung) ditubuhkan bertujuan untuk mendepani cabaran umat Islam dan menghadapi kegawatan jahiliah moden.
GAMIS mengadakan pelancaran manifesto secara terbuka dengan motto "Selamatkan Malaysia dengan Mewujudkan Keadilan, Kebebasan dan Kemakmuran" untuk menafikan kenyataan AMAN (Angkatan Mahasiswa Negara) yang mengeluarkan manifesto " Selamatkan Malaysia dengan Menolak Parti Pembangkang".
1991
NADI mula ditubuhkan sebagai sebuah parti politik di UM untuk memperjuangkan hak dan keadilan serta kecemerlangan seluruh mahasiswa di bawah kepimpinan Islam.
Nadi telah berjaya dalam pilihanraya pada sesi ini.
Konsert Kesedaraan anjuran PMIUM yang pertama didakan pada 5 September 1991 untuk menjadi alternatif kepada hiburan-hiburan yang meruntuhkan akhlak mahasiswa.
1992
18 Ogos Satu perhimpunan secara aman diadakan di medan letak kereta Fakulti Sains UM bagi membantah keganasan Serbia ke atas rakyat Bosnia di samping mendesak PBB melindungi umat Islam di negara tersebut.
27 September 1991 Satu pertemuan antara Jemaah ABIM, JIM dan al-Arqam dengan pihak PMIUM diadakan untuk bersama-sama melaksanakan amar ma'ruf dan nahi mungkar serta da'wah terhadap non-muslim.
Ustaz Zuhdi Marzuki (kepimpinan PMIUM) telah mewakili GAMIS sebagai salah seorang ahli panel mengutuk pemusnahan Masjid Babri di India.
4 Oktober Seminar Kesedaran Da'wah Non Muslim dilaksanakan bagi menarik lebih ramai non-muslim untuk memahami keadilan Islam serta kebenarannya.
1993
PMUM mengeluarkan Memorandum Penyelesaian Bersama Masalah Sosial Pelajar Pusat Asasi Sains (PAS) yang membantah pergaulan bebas antara siswa dan siswi serta cara berpakaian yang bertentangan dengan kehendak Islam.
Turut dikeluarkan memorandum mengkaji semula Perlaksanaan Minggu Orientasi Pelajar Baru RPKJ, PAS yang menggesa pihak terbabit mengatasi dan memastikan unsur-unsur yang tidak sihat / tidak beretika sama sekali pada pandangan Islam daripada terus berlaku.
Membantah beberapa program sempena Ekspo Konvokesyen UM'93 yang secara terang-terangan menyalahi tuntutan Islam serta tidak berlandaskan nilai moral dan akhlak.
1995
Penubuhan Gabungan Bertindak Mahasiswa Membela Rakyat, UM (GABMRUM)
GABMRUM telah mengeluarkan memorandum bantahan terhadap tindakan pencerobohan rumah penduduk-penduduk di Kampung Taman Aman, Petaling Jaya dan mendesak kerajaan supaya menimbangkan semula cadangan pembinaan landasan Sistem Transit Aliran Ringan (LRT) di kawasan tersebut yang memaksa penduduk berpindah ke kawasan lain.
1997
Mahasiswa bangkit mengecam keputusan kerajaan menjemput Yahudi menyertai pertandingan kriket antarabangsa di negara kita.
Pihak PMUM menggesa pihak pentadbiran universiti menjalankan segala peraturan yang berkaitan dengan pemakaian di samping permasalahan budaya couple yang semakin berleluasa.
Menghantar memorandum menyokong penuh penangkapan tiga orang peserta ratu cantik.
Beberapa siri ceramah dan solat hajat diadakan bagi membantah penghinaan ulama' dan pemecatan Mufti Selangor Dato' Ishak Baharom tanpa sebab yang munasabah.
Memorandum bantahan terhadap persembahan Ruhil Amani sempena majlis penutupan Pesta Seni Pentas turut dihantar atas dasar memperbaiki taraf akhlak mahasiswa.
Menghantar memorandum-memorandum yang membabitkan kebajikan mahasiswa.
1998-1999
10 November 1998 Gagasan Mahasiswa Universiti Malaya (GMUM) dibentuk dengan terwujudnya kerjasama politik di antara dua kumpulan besar iaitu NADI dan BMB (Barisan Mahasiswa Bersatu), rentetan kepekaan mahasiswa terhadap isu-isu semasa negara yang berkaitan dengan ketidakadilan dalam isu ekonomi, politik, kehakiman dan lain-lain, sekaligus menunujukkan semangat kebersamaan mahasiswa dalam memperjuangkan keadilan serta membuka ruang yang lebih luas untuk integrasi antara kaun di Malaysia bagi menikmati kehidupan yang aman dna harmoni.
16 Mei 1999 Barisan Bertindak Mahasiswa Negara ditubuhkan (BBMN) dengan dipimpin oleh Presiden PMUM, Saudara Burhan Che'Daud, bertujuan untuk membentuk arus gerkan mahasiswa yang berperanan sebagai 'check and balance' dalam masyarakat ke arah kesejahteraan dan kestabilan sejagat.
Akhir 1999 Tahun yang menentukan halatuju kepimpinan mahasiswa Universiti Malaya seluruhnya ke arah yang lebih dinamik dalam mengacu kerangka pemikiran mahasiswa dalam satu payung gergasi berteraskan keluhuran, keadilan dan kesejahteraan sejagat.
Analisis singkat sejarah gerakan mahasiswa
DUA TAHAP REVOLUSI DEMOKRASI DAN PERAN OPOSISI ADHOC
Puncak revolusi mei 1998 adalah penggulingan Jenderal Besar (purn) Soeharto, didahului oleh pendudukan gedung DPR/MPR oleh mahasiswa Indonesia. Namun, revolusi mei 1998 hanyalah awal dari tahap pertama (first strage) revolusi demokrasi yang dipelopori gerakan mahasiswa. Tahap pertama revolusi demokrasi ini merupakan tahap pembongkaran kesadaran massa dan mahasiswa terhadap struktur ekonomi, politik, sosial dan budaya yang menindas atau eksploitatif. Proses pembentukkan tahap pertama revolusi demokrasi ini berlangsung sepanjang sejarah rezim Orde baru (ditandai sejumlah “puncak” perlawanan gerakan mahasiswa 1974, 1987,1989, dan 1998). Peran oposisi adhoc gerakan mahasiswa merupakan peran historis yang dipaksakan secara struktural oleh rezim Orde baru yang menjalankan satu jenis faasisme baru yaitu fasisme pembangunan (developmental fascism). Peran ini menjadi permanen sepanjang sejarah rezim Orde baru karena diberangusnya semua kekuatan oposisi formal (dalam kondisi demokrasi merupakan peran partai politik) dan ditundukkannya masuarakat sipil secara korporatis-fasistis, maupun melalui kekerasan terbuka.
Peran oposisi adhoc ini kembali dijalankan gerakan mahasiswa dibawah rezim Abdurrahman Wahid karena; Pertama: agenda reformasi total tidak dilaksanakan oleh semua lembaga politik baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif; kedua: tidak ada satupun partai politik yang menegaskan kekuatan politik oposisional dan memperjuangkan pelaksanaan agenda reformasi total tanpa kompromi politik dengan rezim Orde baru; ketiga: semua partai politik peserta pemilu 1999 (48 parpol) adalah legitimator UU pemilu yang cacat demokrasi karena mensyahkan keberadaan TNI/POLRI di legislatif (DPR/MPR, DPRD I dan DPRD II) dan keikutsertaan partai Golongan Karya dalam pemilu tanpa pertanggungjawaban hukum terhadap kejahatan politik, ekonomi dan HAM sepanjang 32 tahun rezim Orde baru. Dengan demikian semua partai politik berkhianat terhadap agenda reformasi total dan revolusi demokrasi, karena menjadi kolaborator politik rezim Orde baru .
Tahap pertama revolusi demokrasi ini berawal pada tergulingnya Jenderal Besar (purn) Soeharto da berakhir pada pelaksanaan seluruh agenda reformasi total. Bila seluruh agenda reformasi total dijalankan maka terbentuklah demarkasi politik demokrasi/reformasi total terhadap politik anti-demokrasi/anti reformasi total. Oleh karena agenda reformasi total belum dijalankan hingga rezim Abdurrahman Wahid sekarang, maka gerakan mahasiswapun terus menerus menjalankan oposisi adhoc-nya. Dapat dicatat dengan sejumlah “puncak lain” selain Mei 1998 (pendudukan DPR/MPR dan penggulingan Soeharto), November 1998 (Semanggi I, penolakan terhadap SI MPR), September 1999 (Semanggi II, Penolakan terhadap UU Penanggulangan Keadaan Bahaya), Oktober 1999 (Penolakan terhadap Habibie dan Wiranto), Januari 2001 hingga sekarang (tuntutan terhadap penurunan Abdurrahman Wahid serta pembubaran dan pengadilan Partai Golkar).
Dalam skala waktu,tidak dapat ditetapkan kapan tahap pertama revolusi demokrasi atau pelaksanaan agenda reformasi total berakhir. Bukan tidak mungkin, bahkan rezim berikutnyapun yang berasal dari pemilu 1999 yang cacat demokrasi, bila Abdurrahman Wahid mengundurkan diri, tidak akan mampu dan mau menyelesaikan tahap pertama revolusi demokrasi tersebut. Tetapi secara teoritis, tahap kedua (second stage) dari revolusi demokrasi dapat diawali bila semua agenda reformasi total sudah dijalankan. Tahap kedua ini merupakan tahap pembongkaran struktur ekonomi, politik, sosial dan budaya yang menindas atau eksploitatif. Pada tahap keduainilah pemantapan dan pengembangan demokrasi dijalankan melalui proses konsolidasi dan pendalaman demokrasi.
GERAKAN POLITIK NILAI VERSUS GERAKAN POLITIK KEKUASAAN
Apakah gerakan mahasiswa bebas kepentingan politik? Tentu tidak, karena kepentingan pertama dan terutama yang diperjuangkannya adalah nilai-nilai (values) atau sistem nilai (values system) yang sifatnya universal seperti keadilan sosial, kebebasan, kemanusiaan, demokrasi dan solidaritas kepada rakyat yang tertindas. Karena itu oposisi adhoc gerakan mahasiswa di Indonesia merupakan gerakan politik nilai (values political movement) dan bukan gerakan politik kekuasaan (power political movement) yang merupakan fungsi dasar partai politik.Nilai-nilai universal tersebut juga hidup dalam konteks kesejarahan suatu gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa di Indonesia menterjemahkan nilai-nilai tersebut dalam konteks politik kontemporer Indonesia dalam bentuk agenda reformasi total sekarang ini berupa:
1. Amandemen UUD ’45 menjadi konstitusi demokrasi,
2. Pencabutan Dwifungsi ABRI (TNI/Polri) atau penghapusan peran politik, bisnis dan teritorial TNI/Polri.
3. Pengadilan pelaku KKN sepanjang pemerintahan Soeharto, Habibie dan Abdurrahman Wahid,
4. Pengadilan pelaku kejahatan HAM sepanjang pemerintahan Soeharto, Habibie dan Abdurrahman Wahid.
5. desentralisasi atau otonomi daerah seluas-luasnya,
6. reformasi perburuhan dan pertanian.
Dibandingkan dengan gerakan politik kekuasaan yang menjadi ciri khas partai politik, dimana penetapan agenda dan target politik maupun pemilahan lawan dan kawan politik semata-mata sebagai urusan taktis dan strategis untuk memperkuat dan mengukuhkan posisi politiknya dalam percaturan kekuasaan sekarang dan di masa depan. Maka gerakan politik nilai yang menjadi ciri khas gerakan mahasiswa walaupun melakukan penetapan agenda dan target politik maupun pemilahan lawan dan kawan politik, tetapi samasekali tidak untuk memperkuat dan mengukuhkan posisi politiknya dalam percaturan kekuasaan. Contohnya, ketika gerakan mahasiswa menolak pemilu 1999 dimasa rezim Habibie, lebih disebabkan oleh perhitungan bahwa pemilu tersebut cacat demokrasi dan mnegkhianati agenda reformasi total. Tetapi, untuk 48 parpol peserta pemilu 1999, pemilu tersebut merupakan peluang untuk meraih dan mengukuhkan kekauasaan politik atau sekedar memperoleh legitimasi hukum untuk keberadaan partainya, bahkan sekedar memperoleh sedikit jabatan dan sejumput uang.
GERAKAN POLITIK NILAI UNTUK MENUNTASKAN REVOLUSI DEMOKRASI
Karena berdiri sebagai gerakan politik nilai, maka gerakan mahasiswa pun dengan luwes menetapkan sejumlah agenda dan target politik baru yang menghindarkan mereka dari jebakan dan manipulasi kepentingan elite maupun partai politik tertentu. Melalui pertarungan gagasan yang cukup tajam antar kelompok dan gerakan mahasiswa, sekarang secara praktis semua elemen gerakan mahasiswa “bersatu lagi” sebagai gerakan politik nilai, membela dan mengawal revolusi demokrasi dengan memperjuangkan agenda reformasi total yang mereka cita-citakan bahu membahu. Kini, kita semua menyaksikan sinergi gagasan dan kekuatan gerakan mahasiswa “bersatu” memperjuangkan agenda reformasi total atau enam visi reformasi , menolak kenaikan harga BBM dan sembako dan menjadikan KKN orde baru -partai Golkar sebagai musuh bersama

Sabtu, 15 Oktober 2011

Diesmaulidiyah Dema Stain Kediri

salam sejahtera kami sampaikan kepada seluruh sahabat-sahati yang berada di luar sana.
tiada kata yang lebih indah yang kami ucapkan untuk mengapreasikan rasa bahagia dan semangat kami ( dema stain kediri) dalam menyambut ulang tahun Dema STAIN Ke-3. thun 2010-2011
dengan semangat aksi untuk berkreasi kami  mengadakan acara:
1. English Debate
2. lomba mewarnai tingkat TK dan SD
3. inagurasi ospek mahasiswa baru 2011
 4. parade band
5. jalan sehat


yang dilaksanakan pada tangal 10-17 oktober 2011,

Jumat, 07 Oktober 2011

ANALISA SOSIAL

ANALISA SOSIAL


Analisa sosial dimaksudkan untuk membaca keadaan sekitar. Laksana cahaya, dari pancarannya itu tentu dapat menyingkap hal-hal dalam gelap dan tersembunyi. Sehingga analisa sosial dapat didefinisikan sebagai usaha memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang sebuah situasi dengan menggali hubungan-hubungan historis dan strukturalnya. Tujuan analisa sosial adalah memberi perhatian pada hal-hal yang menyebabkan suatu perubahan (masalah) sosial di masyarakat.

Sebagai sebuah cara, analisa sosial tidak dirancang menyediakan penyelesaian (solusi) langsung atas permasalahan yang tengah terjadi. Suatu kejadian sosial tidak mesti kelar dengan satu jawaban mujarab. Oleh karenanya, analisa sosial merupakan siklus. Dari suatu keprihatinan menjadi keinginan mencari tahu. Rasa ingin tahu berlanjut pada pencarian informasi. Lalu permenungan yang disambung dengan merumuskan perbuatan. Dan terus seperti itu.

Analisa sosial sesungguhnya mempunyai batas-batas tertentu terhadap kerangka kerja yang harus dilakukan.  Adapun batas-batas analisa sosial adalah sebagai berikut;

Tidak dirancang untuk menyediakan sebuah jawaban langsung atas pertanyaan “apa yang kita perbuat” jawaban atas pertanyaan itu merupakan tugas strategi dan perencanaan.

Bukan kegiatan esoteris reflektif monopoli kaum intelektual.

Bukan perangkat yang “bebas nilai”, bukan sudut pandang yang netral, bukan sudut pandang yang semata-mata ilmiah dan obyektif terhadap realitas.

 Karena analisa sosial tidak hanya sekedar pengetahuan,  kemampuan menggali situasi sosial masyarakat dapat dilakukan oleh setiap orang dengan merakit lampu penerang yang dapat dipakai  memahami situasi sosial di sekeliling. Seberapapun terbatasnya hasil yang diperoleh dari suatu fokus persoalan. Manfaat analisa sosial antara lain, sebagai berikut;

Memahami persoalan pokok yang dialami masyarakat;

Mengerti kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan dalam masyarakat;

Keterkaitan dalam berbagai sistem (sistem politik, ekonomi ,budaya) dalam kehidupan sehari-hari orang banyak;

Potensi-potensi masyarakat;

Kebutuhan dasar orang banyak;


Langkah-langkah analisis;

Konversi; menyingkap dan memperjelas nilai-nilai yang mendorong kita melakukan tugas itu; berarti kita harus bersentuhan dengan berbagai perspektif, praduga-praduga, pendirian-pendirian yang mempengaruhi soal jawab yang kita lakukan dan penilaian-penilaian yang kita buat.

Apa keyakinan dan nilai dasar kita ?

Bagaimana rakyat?

Bagaimana martabat dan hak asasi manusia?

Diskripsi; membuat diskripsi umum dari situasi yang sedang kita coba untuk kita pahami

Mengumpulkan berbagai fakta dan tren melalui “brain storming” dan ceritera –ceritera yang berdekatan dengan pengalaman rakyat;

Apa yang terjadi pada situasi tersebut?

Apa yang kamu ketahui tentang situasi yang ada sekarang ini?

Apakah yang terjaadi dalam situasi tersebut?

Apa yang diungkap oleh foto-foto situasi tersebut?

Kuisioner

Analisis; kita dapat melaksanakan tugas tersebut dengan empat pertanyaan mengenai;

Sejarah; kita memandang situasi dengan mata kesadaran historis dan menegenali pengaruh masa lalu yang melatar belakangi kesadaran sekarang

Perubahan-perubahan apa yang telah terdalam beberapa tahun ini?

Manakah peristiwa-peristiwa yang paling penting?

Apakah yang akan terjadi sepuluh tahun lagi bila kesadaran seperti ini?

Struktural; berbagai struktur (pemerintah, hukum, pendidikan, perdagangan, tenaga kerja, budaya , agama, keluarga, dll) membentuk situasi yang bermacam-macam cara lembaga, proses atau pola yang menentukan faktor- faktor dalam akibat realitas sosial. Beberapa struktur cukup jelas, sedangkan yang lainnya tersembunyi.

Siapakah yang membuat keputusan terpenting? Jelaskan

Siapakah yang mempunyai kekuasaan? Bagi siapa kekuasaan itu digunakan?

Manakah penyebab terpenting dari situasi dewasa ini? Jelaskan

Bagaimana hubungan antar masyarakat?

Apakah dalam masyarakat ada penggolongan?

Bagaimanakah peraturan dan hukum yang berlaku? Dan bagaimana si pelaksana hukum itu sendiri?

Bagaimana prosedur pembuatan keputusan atau peraturan?

Nilai-nilai; nilai-nilai disebut dengan cita-cita yang menggerakkan masyarakat, ideologi-ideologi dan norma-norma moral yang menentukan aspirasi-aspirasi  dan harapan-harapan yang ada dalam masyarakat.

Siapakah pembawa nilai-nilai dalam masyarakat; pribadi-pribadi, model-model peranan, lembaga-lembaga.

Penggunaan kekuasaan didasari oleh nilai apa?

Apakah yang dikehendaki seseorang dalam hidupnya? Jelaskan

Manakah tradisi-tradisi masyarakat yang mempengaruhi?

Proyeksi;

Bagaimana keadaan sepuluh tahun yang akan datang jika bila situasi terus seperti ini?

Manakah sumber-sumber kreativitas dan harapaan yang ada sekarang bagi masa depan?

Apakah yang kau pelajari dari semua ini?

Model\kerangka berfikir melihat realitas sosial;

KONSERVATIFLIBERALRADIKALISTILAH (LATIN)Conservo; menyim-pan, mempertahankan, menjaga hingga tidak berkutikliber; bebas merdeka, tidak dipaksaradix; akarSIKAPCenderung untuk mempertahankan  yang sudah adaCenderung untuk membiarkan tumbuh-nya kebebasan bagi yang mampuCenderung untuk mencari akar, atau sebab yang ada di dalam suatu masalahPANDANGAN TENTANG MANUSIAManusia itu statis, mereka hidup dalam tatanan tertentu (kelas, kasta) dan menjalani saja. Baik manusia maupun susunan tidak mungkin berubah.Manusia dapat berubah. Tatanan hubungan antara manusia tidak berubahTatanan hubungan antar manusia harus diubah oleh manusiaSIKAP TERHADAP PERUBAHANPerubahan  itu tidak mungkin Perubahan hanya terjadi pada pribadiPerubahan terjadi pada tata hubunganPANDANGAN PADA KEKUASAANAlat untuk menjaga agar tetap menjadi apa adanya.

Milik lembaga-lembaga yang berkuasaAlat untuk memberi kebebasan bagi yang mampu me-ngembangkan diri & membantu bagi yang tidak mampu secara pribadi.

Milik pribadiDaya dorong perubahan hubungan antar manusia.

Milik rakyatTITIK BERAT KESADARANKesadaran akan kedu-dukannya, akan lem-baga-lembaga yang sah dan resmi seperti pemerintah sebagai tempat yang memberi arti kepada dirinyaKesadaran tentang nilai pribadinya sendiri sebagai sebuah kemungkinan untuk berkembang secara bebasKesadaran akan kebersamaan, terlebih dengan sesamanya yang mengalami nasib samaUNGKAPAN

NILAI YANG BISA DIJADIKAN IDEOLOGIStabilitas, keharmonisan, keselarasan dan ketentraman Pembangunan dan perkembanganDinamika, solidaritas dan pemerataan. PANDANGAN TENTANG AGAMAAlat untuk mempertahankan struktur masyarakat yang sudah ada. Agama menjadi ideologi.Dasar dan motivasi pribadi untuk berkembang secara pribadi dan dasar untuk berbuat amalKesempatan untuk menyadari harga diri manusia sebagai pelaku sejarah. Agama memiliki fungsi profetik.PANDANGAN TENTANG KEMISKINANKemiskinan harus ada sebagai nasib yang tak terelakkan. Paling-paling manusia dapat berusaha untuk mencoba agar tidak menjadi miskinKemiskinan memang ada tetapi dapat dirubah. Kemiskinan adalah akibat dari kegagalan tiap individu (maalas, pasif, bodoh)Kemiskinan tidak boleh ada, itu bukan nasib. Ke-miskinan seke-lompok orang adalah akibat langsung dari ke-kayaan sekelom-pok lain yang kaya.SIKAP TERHADAP KAUM MISKINPerlu diberi nasehat rohani agar dapat menerimanya dengan tabah. Mereka boleh mengharap pahala di akhirat.Secara pribadi perlu dibantu oleh orang yang kaya agar menolong dirinya (biasanya dengan pendidikan). Kalau tidak dapat perlu dibantu secara karikatif (dipenuhi kebutuhan dasarnya)Orang miskin adalah mereka yang karena orang-orang kaya sehingga mengalami pemiskinan. Orang miskin harus bersama membebaskan diri dari belenggu itu.PERANAN KAUM TERDIDIKKaum akademisi\para ahli di bidang sains, atau politisi yang membantu mereka dalam mempertahankan status quoMereka yang menguasai profesi mereka, dapat bekerja baik dalam sistem yang tersedia atau menciptakan sisitem yang lebih bebas.Menjadi pemikir tentang masya-rakat berdasarkan pengalaman langsung dengan manusia yang menderita. Yang dapat bersikap inspiratif terha-dap nilai keber-samaan & kritis terhadap kekua-saan. Dikenal sebagai kaum intelektual\cendekiawanPANDANGAN TERNTANG MAHASISWAOrang yang berbakat yang perlu memperkembang-kan bakatnya untuk kemudian ikut memper-tahankan tata sosial yang ada, membantu memper-tahankan status quo, perlu dibina sejak dini.Orang yang berbakat yang perlu diberi kebebasan untuk menjadi profesional sekaligus mampu membantu korban secara karikatif.Cendekiawn\intelektual. Posisi yang belum termasuk salah satu golongan,punya kekuatan untuk merubah secara radikal.